Rabu, 06 Januari 2010

" Tanda Tanda Kiamat "

Alhamdulillah
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu melarang menghiasi masjid dan
memperindahnya, karena yang demikian itu dapat mengganggu shalat seseorang.
Dan ketika beliau memerintahkan merehab Masjid Nabawi, beliau berkata,
“Lindungilah manusia dari hujan, dan janganlah engkau beri warna merah atau
kuning karena akan memfitnah (mengganggu) manusia” [Shahih Bukhari 1 : 539]
Kaligrafi ayat-ayat al-qur’an di dinding masjid termasuk menghiasi
masjd, dan mereka (orang-orang) yang menempelkan ayat-ayat yang
mulia ini hanya menginginkan menempelkannya dengan sia-sia dan
sekedar pemandangan ? Sesungguhnya Al-Qur’an tidak layak dijadikan
permainan sia-sia dan pemandangan yang menjadi hiasan saja.
Sesungguhnya Al-Qur’an lebih tinggi kedudukannya dan lebih agung
derajatnya dari sekedar dijadiakn hiasan dinding.
MEMPERINDAH MASJID DAN BERMEGAH-MEGAHAN DENGANNYA
MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang
dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang
kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam
masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi.
Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman
keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.
Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman
kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan
seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu
telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.

Diantara tanda-tanda lainnya yang menunjukkan dekatnya kiamat ialah
orang-orang memperindah, menghias, bermegah-megahan dalam membangun masjid
serta membangga-banggakannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berasabda.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam
membangun masjid” [Musnad Ahmad 3 : 134 dengan catatan pinggir Muntakhab
Kanzul Ummal. Al-Albani berkata “Shahih”. Lihat : Shahih Al-Jami’ush Shagir
6 : 174, hadits nomor 7298]
Dan dalam riwayat Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dari Anas Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Diantara tanda-tanda telah dekatnya kiamat ialah orang-orang
bermegah-megahan dalam membangun masjid”. [Sunan Nasa’i 2 : 32 dengan syarah
As-Suyuti. Al-Albani mengesahkannya dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir 5 :
213, nomor 5771, Shahih Ibnu Khuzaimah 2 : 282, hadits nomor 1322-1323
dengan tahqiq Dr Muhammad Musthafa Al-A’zhami. Beliau berkata “Isnadnya
shahih”]
Al-Bukhari berkata : Anas berkata, “Orang-orang bermegah-megahan dalam
membangun masjid, kemudian mereka tidak memakmurkannya kecuali hanya
sedikit. Maka yang dimaksud dengan At-Tabaahii (bermegah-megahan) ialah
bersungguh-sungguh dalam memperindah dan menghiasinya”.
Ibnu Abbas berkata , “Sungguh kalian akan memperindah dan menghiasinya
sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani memperindah dan menghiasi tempat
ibadah mereka” [Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shalah, Bab Bunyanil Masajid 1 :
539]
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu melarang menghiasi masjid dan
memperindahnya, karena yang demikian itu dapat mengganggu shalat seseorang.
Dan ketika beliau memerintahkan merehab Masjid Nabawi, beliau berkata,
“Lindungilah manusia dari hujan, dan janganlah engkau beri warna merah atau
kuning karena akan memfitnah (mengganggu) manusia” [Shahih Bukhari 1 : 539]
Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Umar, karena orang-orang tidak mau
menerapkan wasiatnya, bahkan mereka tidak hanya memberi warna merah atau
kuning, tapi sudah lebih dari itu hingga mengukir dan melukis masjid seperti
melukis pakaian. Dan para Raja dan Khalifah sudah bermegah-megahan dalam
membangun masjid sehingga sangat mengagumkan. Masjid-masjid yang dibangun
dengan kemegahan semacam itu sebagaimana yang ada di Syam, Mesir, Maroko,
Andalus dan sebagainya. Dan sampai sekarang kaum muslimin senatiasa
berlomba-lomba dan bermegah-megahan dalam memperindah dan menghiasi masjid.
Tidak disangsikan lagi bahwa memperindah, menghiasi dan bermegah-megahan
dalam membangun masjid termasuk perbuatan berlebih-lebihan dan mubadzir.
Padahal, memakmurkan masjid itu adalah dengan melaksanakan ketaatan dan
berdzikir di dalamnya, dan cukuplah bagi manusia sekiranya mereka sudah
terlindung dari panas dan hujan di dalam masjid. Sungguh diancam dengan
kehancuran apabila masjid-masjid sudah diperindah dan mushaf-mushaf sudah
dihiasi sedemikian rupa. Al-Hakim At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Darda’
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
“Artinya : Apalagi kamu sudah menghiasi (memperindah) masjid-masjidmu dan
mushaf-mushafmu, maka kehancuran akan menimpamu” [1]
Al-Munawi [2] berkata , “Maka memperindah masjid dan menghiasi mushaf itu
terlarang, sebab dapat menggoda hati dan menghilangkan kekhusyu’an,
perenungan, dan perasaan hadir di hadapan Allah Ta’ala. Menurut golongan
Syafi’iyah, menghiasi masjid atau Ka’bah dengan emas atau perak adalah haram
secara mutlak, dan dengan selain emas dan perak hukumnya makruh” [Faidhul
Qadir 1 : 367]
[Disalin dari kitab Asyratus Sa’ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat,
oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Terbitan CV Pustaka Mantiq,
hal.111-112]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dengan mendahulukan dan
mengakhirinya (membalik susunannya) dalam Kitab Az-Zuhdi halaman 275, hadits
nomor 797 dengan tahqiq Habibir-Rahman Al-Azhami. Dan Al-Bani menyebutkan
isnad Ibnu Mubarak dalam As-Silsilah dengan mangatakan, ‘Ini adalah isnad
yang perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan, perawi-perawi
Muslim, tetapi saya tidak tahu apakah Bakar bin Suwadah (yang meriwayatkan
dari Abu Darda) ini mendengar dari Abu Darda’ atau tidak ?” Hadits ini
disebutkan oleh Al-Baghawi dalam Syarah As-Sunnah 2 ; 350 dan beliau
menisbatkannya kepada Abu Darda’.
As-Suyuthi menisbatkannya di dalam Al-Jami’ush Shagir halaman 27 kepada
Al-Hakim dan Abu Darda’ dan memberi siyarat dha’if. Demikian pula Al-Munawi
mendhaifkannya dalam Faidhul Qadir 1 ; 367, hadits nomor 658.
[2] Belaiu adalah Zainuddin Muhammad bin Abdur Ra’uf bin Tajul Arifin bin
Ali bin Zainul Abidin Al-Haddadi Al-Munawi. Beliau memiliki delapan buah
karangan, terutama dalam bidang hadits, biografi, dan sejarah. Beliau wafat
di Kairo pada tahun 1031H. Semoga Allah merahmati beliau. Lihat Al-A’lam 6 :204

smoga berguna & bermanfaat

wss,

1 komentar: